SUARAPUBLIC – Lebih dari seratus perusahaan tambang batu bara yang beroperasi di Kalimantan dinilai berpotensi besar mengacam kelestarian hutan lindung setempat. Kerusakan parah diyakini benar-benar terjadi bila izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) yang diajukan perusahaan tambang itu disetujui Menhut.
Walhi Kaltim mengungkapkan, ada 166 perusahaan tambang beroperasi di Kalimantan telah mengajukan IPPKH ke Menhut. Sebagian lahan yang menjadi kawasan pinjam pakai oleh perusahaan pertambangan batu bara itu justru masuk dalam kategori hutan lindung.
“Persoalan deforestrasi kian parah justru bukan dari sektor kehutanan namun sector pertambangan batu bara yang kini telah mengajukan IPPKH. Dapat dipastikan bila pengajuan IPPKH disetujui Menhut, kelestarian akan terganggu,” kata Direktur Walhi Kaltim, Isal Wardhana di Samarinda, Senin (1/3-2010).
Walhi Kaltim mencatat, dari empat provinsi Kalimantan, daerah terbanyak mengajukan IPPKH adalah Kalsel disusul Kaltim, kemudian Kalteng dan terakhir Kalbar. Kasel ada 72 perusahaan batu bara, Kaltim 65 perusahaan, Kalteng 20 perusahaan dan Kalbar delapan perusahaan.
Diakui Isal, sejak tahun 2001, tingkat deforestrasi (pengurangan luas hutan) Kaltim mencapai 350 ribu hektare setiap tahunnya. Akibatnya jelas menimbulkan kerugian bagi masyarakat Kaltim yang masih menggantungkan hidupnya dari hasil bumi di hutan setempat.
“Secara moral dan demi penyelamatan hutan alam kaltim yang tersisa, maka tidak ada argumentasi yang membenarkan ketika Menhut yang baru ini mengamini kawasan hutan untuk aktivitas di luar sektor kehutanan sebagaimana telah diajukan Pemkab/Pemkot dan lebih dari 60 perusahaan pertambangan di Kaltim,” ucap Isal.
Diharapkan pihak Walhi, sementara dalam prosesnya, pemerintah pusat melalui Dephut harus tidak memberikan izin pinjam pakai kawasan hutan untuk kegiatan di luar kehutatan walaupun dalam aturan/regulasinya dibenarkan bila sudah ada SK Menhut mengenai IPPKH.
"Permohonan ini harus ditelaah secara mendalam mengingat semakin tingginya tingkat deforestrasi di Kalimantan Timur, bahkan hingga merambah ke kawasan Hutan Lindung Kaltim,” tegas Isal.
Menurutnya, eksploitasi kawasan hutan di Kaltim akan berdampak sangat signifikan terhadap keberlanjutan dan kelestarian hutan didaerah setempat. Secara langsung itu akan berpengaruh terhadap bencana ekologis yang terjadi di Kaltim.
"Sudah jelas aktivitas pertambangan batu bara secara tidak langsung akan mengurangi kawasan hutan di Kaltim yang sampai saat ini reklamasi dilakukan beberapa perusahaan besar batu bara di Kaltim belum berjalan secara maksimal," katanya.
Lemahnya realisasi program reklamasi itu terbukti dengan ditemukannya beberapa lahan yang belum direklamasi secara maksimal oleh tim dari DPRD Provinsi beberapa waktu yang lewat.
Walhi Kaltim mengungkapkan, ada 166 perusahaan tambang beroperasi di Kalimantan telah mengajukan IPPKH ke Menhut. Sebagian lahan yang menjadi kawasan pinjam pakai oleh perusahaan pertambangan batu bara itu justru masuk dalam kategori hutan lindung.
“Persoalan deforestrasi kian parah justru bukan dari sektor kehutanan namun sector pertambangan batu bara yang kini telah mengajukan IPPKH. Dapat dipastikan bila pengajuan IPPKH disetujui Menhut, kelestarian akan terganggu,” kata Direktur Walhi Kaltim, Isal Wardhana di Samarinda, Senin (1/3-2010).
Walhi Kaltim mencatat, dari empat provinsi Kalimantan, daerah terbanyak mengajukan IPPKH adalah Kalsel disusul Kaltim, kemudian Kalteng dan terakhir Kalbar. Kasel ada 72 perusahaan batu bara, Kaltim 65 perusahaan, Kalteng 20 perusahaan dan Kalbar delapan perusahaan.
Diakui Isal, sejak tahun 2001, tingkat deforestrasi (pengurangan luas hutan) Kaltim mencapai 350 ribu hektare setiap tahunnya. Akibatnya jelas menimbulkan kerugian bagi masyarakat Kaltim yang masih menggantungkan hidupnya dari hasil bumi di hutan setempat.
“Secara moral dan demi penyelamatan hutan alam kaltim yang tersisa, maka tidak ada argumentasi yang membenarkan ketika Menhut yang baru ini mengamini kawasan hutan untuk aktivitas di luar sektor kehutanan sebagaimana telah diajukan Pemkab/Pemkot dan lebih dari 60 perusahaan pertambangan di Kaltim,” ucap Isal.
Diharapkan pihak Walhi, sementara dalam prosesnya, pemerintah pusat melalui Dephut harus tidak memberikan izin pinjam pakai kawasan hutan untuk kegiatan di luar kehutatan walaupun dalam aturan/regulasinya dibenarkan bila sudah ada SK Menhut mengenai IPPKH.
"Permohonan ini harus ditelaah secara mendalam mengingat semakin tingginya tingkat deforestrasi di Kalimantan Timur, bahkan hingga merambah ke kawasan Hutan Lindung Kaltim,” tegas Isal.
Menurutnya, eksploitasi kawasan hutan di Kaltim akan berdampak sangat signifikan terhadap keberlanjutan dan kelestarian hutan didaerah setempat. Secara langsung itu akan berpengaruh terhadap bencana ekologis yang terjadi di Kaltim.
"Sudah jelas aktivitas pertambangan batu bara secara tidak langsung akan mengurangi kawasan hutan di Kaltim yang sampai saat ini reklamasi dilakukan beberapa perusahaan besar batu bara di Kaltim belum berjalan secara maksimal," katanya.
Lemahnya realisasi program reklamasi itu terbukti dengan ditemukannya beberapa lahan yang belum direklamasi secara maksimal oleh tim dari DPRD Provinsi beberapa waktu yang lewat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar