SUARAPUBLIC.COM - Penilaian terhadap penegakan hukum di Indonesia menjelang berakhirnya 2010, cenderung negatif. Masyarakat masih kecewa karena banyak kasus megakorupsi belum mampu dituntaskan proses hukumnya.
"Sampai detik ini, masyarakat Indonesia tentu masih ingat akan kasus Bank Century, kasus mafia pajak Gayus Halomoan Tambunan yang bisa 'kabur' dari tahanan ke Bali, cerita mewahnya penjara Artalyta, kasus ilegal loging, dan juga kriminalisasi KPK. Itu merupakan sebagian kasus besar yang sampai sekarang belum juga terungkap kejelasannya," ungkap Ketua Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Stefanus Gusma, di Jakarta, Rabu (22/12/2010).
Hal ini merupakan salah satu gambaran buruknya kinerja para penegak hukum di negeri ini. Kasus-kasus besar seperti 'hilang' ditelan bumi, tetapi kasus-kasus kecil seperti pencurian malah mendapt porsi hukuman lebih besar dibandingkan dengan kasus korupsi yang jelas lebih merugikan masyarakat banyak.
"Keadilan di negeri ini seakan sudah hilang. Yang korupsi miliaran rupiah malah 'disuguhkan' hukuman penjara yang ringan, namun hukuman bertahun-tahun justru jatuh kepada nenek yang hanya mengambil benih untuk makan sehari-hari. Dua fenomena tersebut menunjukkan bahwa sudah lunturnya rasa keadilan di negeri ini," kata Stefanus.
Tidak hanya itu, Stefanus juga menggambarkan betapa 'bobroknya' lembaga penegak hukum di negeri ini dikarenakan sistem liberalisme yang sudah terpupuk di dalam institusi penegakan hukum.
"Keadilan di negeri ini seakan dapat diperjualbelikan. Hukum di Indonesia semakin terpuruk ditambah aparat penegak hukumnya bermental inlander yang tentu minim integritas dan tidak berani melakukan langkah tegas. Uang adalah jalan untuk mendapatkan keadilan di negeri ini," pungkasnya.(*)
"Sampai detik ini, masyarakat Indonesia tentu masih ingat akan kasus Bank Century, kasus mafia pajak Gayus Halomoan Tambunan yang bisa 'kabur' dari tahanan ke Bali, cerita mewahnya penjara Artalyta, kasus ilegal loging, dan juga kriminalisasi KPK. Itu merupakan sebagian kasus besar yang sampai sekarang belum juga terungkap kejelasannya," ungkap Ketua Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Stefanus Gusma, di Jakarta, Rabu (22/12/2010).
Hal ini merupakan salah satu gambaran buruknya kinerja para penegak hukum di negeri ini. Kasus-kasus besar seperti 'hilang' ditelan bumi, tetapi kasus-kasus kecil seperti pencurian malah mendapt porsi hukuman lebih besar dibandingkan dengan kasus korupsi yang jelas lebih merugikan masyarakat banyak.
"Keadilan di negeri ini seakan sudah hilang. Yang korupsi miliaran rupiah malah 'disuguhkan' hukuman penjara yang ringan, namun hukuman bertahun-tahun justru jatuh kepada nenek yang hanya mengambil benih untuk makan sehari-hari. Dua fenomena tersebut menunjukkan bahwa sudah lunturnya rasa keadilan di negeri ini," kata Stefanus.
Tidak hanya itu, Stefanus juga menggambarkan betapa 'bobroknya' lembaga penegak hukum di negeri ini dikarenakan sistem liberalisme yang sudah terpupuk di dalam institusi penegakan hukum.
"Keadilan di negeri ini seakan dapat diperjualbelikan. Hukum di Indonesia semakin terpuruk ditambah aparat penegak hukumnya bermental inlander yang tentu minim integritas dan tidak berani melakukan langkah tegas. Uang adalah jalan untuk mendapatkan keadilan di negeri ini," pungkasnya.(*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar