google.com, pub-5013500952012613, DIRECT, f08c47fec0942fa0
☆BreakingNews >
Home » , , , » Politik Dagang Sapi Jelang Pemilu Kada Barut

Politik Dagang Sapi Jelang Pemilu Kada Barut

| Diposting : Selasa, 07 Mei 2013 | Pukul : 20.48.00 |

SEKARUT permasalahan pengelolaan bangunan pasar di Kota Muara Teweh, Kabupaten Barito Utara (Barut) kian komplit. Belum lagi terurai carut marut soal pengelolaan Bangunan Pasar Gembira kini muncul permasalahan baru. 

Ternyata bangunan baru di jalur hijau Jalan Panglima Batur juga menuai masalah. Bangunan yang rencananya untuk menampung para pedagang di komplek Pasar Blauran tersebut tidak melalui penganggaran sebagaimana proyek bangunan pemerintah daerah lainnya. Bangunan itu merupakan spontanitas yang dikerjakan sekelompok orang mengatasnamakan Koperasi. 

Konon bangunan tersebut disebut-sebut sudah mendapat restu kepala daerah. Ironisnya, bangunan itu berdiri justru di ruas jalan jalur hijau yang mana tanahnya sudah dibebaskan melalui ganti rugi oleh pemerintah daerah. Selain itu, di lokasi tersebut juga sedang ada pembangunan pelabuhan, proyek siring untuk taman kota dan pengerjaannya belum tuntas alias terkatung-katung. 

Menurut saudara Eksan warga jalan Panglima Batur berujar, bagi masyarakat sekitar telah terjadi perampasan hak dan kenyamanan sebagai warga masyarakat yang bermukim tetap di sepanjang tepian sungai Barito, yaitu di Jalan Panglima Batur - Muara Teweh. 

Bagaimana tidak ?, para orang tua atau masyarakat pendahulu telah digusur tempat rumah dan kiosnya dengan alasan dijadikan jalur hijau. Sementara Dengan adanya pembangunan tersebut saya merasa telah terjadi penyimpangan dalam pengelolaan aset negara, berbagai penggunaan fungsi dan aturan telah dilanggar, seperti hibah, perda maupun undang-undang. 

Dengan menerima para pedagang kaki lima tersebut mayoritas adalah warga pendatang. Dan lagi, disaat penanganan sampah sudah sangat baik, adalah patut kita hargai sebagai warga, namun upaya ini tidak bisa maksimal dikarenakan mereka para pendatang kurang begitu mau memahami pentingnya arti kebersihan yang menyebabkan permukiman kumuh, di pinggiran turap penahan longsor tanah tersebut mereka membangun tempat MCK darurat, sementara penduduk di lanting (rumah terapung) disepanjang tepian sungai pun mengeluh karena sampah dan kotoran diabaikan begitu saja. 

Artinya telah kehilangan rasa sosial terhadap masyarakat lain. Apalagi disekitar jembatan sungai Butong, bila saat kemarau maupun pada waktu debit air sedang tinggi, bau tidak sedap dikarenakan sampah tidak dapat terhindari. 

Fenomena ini apakah bagian dari Ketidakcermatan Pemimpin sekarang atau bagaimana, Pencitraan demi pencitraan tanpa melihat masalah sosial yg semakin tidak baik untuk ukuran sebuah kota dimana mulai membangun, banyak hal–hal yang tidak pantas bagi kita dalam bermasyarakat, misal warung remang-remang dan sebagainya merupakan penyakit masyarakat tidak terkontrol pemerintah. 

Seperti diektahui, proyek pembangunan yang telah menelan biaya milyaran rupiah tidak dapat dimanfaatkan dengan baik seperti Pasar gembira, Komplek Pertokoan Pendopo, Pasar PBB dimana pemanfaatannya hanya sebagai penginapan bagi warga pendatang, yang entah dengan siapa mereka mendapat ijin untuk menempati tiap ruang blok sebagai rumah dilantai II pertokoan maupun pasar gembira tersebut.  

Penulis: Munawar Khalil,ST
Bagikan artikel ini :

Tidak ada komentar:

 
Hak Cipta© 2009-2016. Mardedi H Andalus | Semua hak dilindungi undang-undang.
Link: Facebook.com | Support: Creating Website | Blogger