google.com, pub-5013500952012613, DIRECT, f08c47fec0942fa0
☆BreakingNews >
Home » , » Diduga Stress, Pengungsi Merapi Rebut Pistol Polisi

Diduga Stress, Pengungsi Merapi Rebut Pistol Polisi

| Diposting : Selasa, 02 November 2010 | Pukul : 02.31.00 |

SLEMAN - Perasaan jenuh para pengungsi karena minimnya kegiatan selama tinggal ditempat pengungsian ternyata ada yang sudah meningkat ke pikiran stress.
Tumarno(27), pengungsi dari Klitengah Kidul, Glagaharjo, Cangkringan, Sleman, salah satu contohnya.

Dia tiba-tiba mengamuk ditempat pengungsian. Bahkan pistol polisi sempat direbutnya, ketika dia coba ditenangkan warga dan aparat pengamanan tempat pengungsian. Amukannya reda setelah warga berhasil mengikatnya dengan seutas tali, kemudian diborgol polisi.

Tumarno kabuh stressnya lantaran tak ada kepastian soal redanya letusan Gunung Merapi. Mereka diminta tetap bermukin ditempat pengungsian sejak erupsi Gunung Merapi 26 Oktober hingga Senin (1/11/2010) hari ini.

“Pasien dibawa ke Rumah Sakit Ghrasia dalam keadaan diikat dan diborgol karena mengamuk,” ungkap Reni Murtiastuti, dokter jaga di Instalasi Gawat Darurat, Rumah Sakit Ghrasia, Pakem, Sleman, dikutif dari situs tempointeraktif.com,Senin siang.

Pasien rencananya akan diinjeksi di Ruang Unit Peralatan Psikiatrik Intensif. Usai tenang dia kemudian dimasukkan di bangsal Bima di Rumah Sakit Jiwa tersebut. Ternyata sehari sebelumnya, Tumarno juga sempat dibawa ke rumah sakit itu, namun dikembalikan ke tempat pengungsian karena emosinya dianggap masih terkendali.

Menurut Reni, emosinya Tumarno memuncak dan tak terkendali saat dan setelah kejadian perebutan pistol polisi olehnya. Tumarno, timpal Reni, mengalami stres diduga akibat kepanikan dan trauma erupsi Merapi. Setiap saat ia mintanya hanya memandang Merapi. Ia pasti mengamuk bila dihalangi dan selalu ingin memandang langsung gunung tersebut.

Berdasarkan catatan riwayat medisnya, Tumarno sebelumnya memang juga sudah mengalami tingkat depresi, tetapi tiak terlalu tinggi. "Terjadinya erupsi Merapi, psikotik akutnya muncul dan mengamuk," imbuh Reni.

Kondisi Tumarno memang sempat membingungkan petugas medis. Karena, ketika ditanyakan kepada pihak keluarganya, hingga Senin tak satupun anggota keluarganya yang menjadi korban letusan merapi.

"Memang untuk menanggulangi tingkat tekanan psikologis, para pengungsi harus didampingin oleh psikiater atau ada hiburan yang bisa menenangkan hati para pengungusi," tutup Reni.
Bagikan artikel ini :

Tidak ada komentar:

 
Hak Cipta© 2009-2016. Mardedi H Andalus | Semua hak dilindungi undang-undang.
Link: Facebook.com | Support: Creating Website | Blogger