YOGYAKARTA — Pemerintah, khususnya yang bertugas menangani pengungsian letusan Gunung Merapi sepertinya harus meninjau kembali tempat-tempat pemondokan. Karena beberapa pengungsi belakangan banyak yang mulai dihinggapi rasa jenuh tinggal ditempat pengungsian.
Dikutif dari laporan Kompas.com, penyebab kejenuhan para pengungsi karena selama ditempat pengungsian kurang beraktivitas atau kegiatan. Rasa jenus terutama mulai dirasakan sejumlah pengungsi Merapi di Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
"Disini (tempat pengungsian,red) kita tak banyak kegiatan. Sekarang rasa jenuh mulai terasa," kata Adisuyoso, salah seorang pengungsi warga Dusun Kaliurang Barat di tempat pengungsian Desa Hargobinangun, di Sleman, Senin (1/11/2010).
Adisuyoso mengaku sudah delapan hari ini menempati tempat pengungsian di desa itu. Untuk menghilangkan kejenuhan, imbuhnya, dia ikut membantu prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) memasak di dapur umum.
"Untuk memberi makan hewan piaraan dan memeriksa rumah, biasanya saya pagi bisa pulang ke desa. Saya tak lagi menjalankan aktivitas itu setelah letusan susulan pada Sabtu lalu. Saya tidak berani pulang. Awal-awal mengungsi saya rutin pulang," ungkapnya lirih.
Sedangkan pengungsi di Desa Hargobinangun, Citra, dihadapkan pada masalah minimnya persediaan air bersih. Agar tetap mendapatkan air bersih, beberapa di antaranya terpaksa memberanikan diri pulang ke rumah hanya untuk mencucui pakaian dan minum.
"Jika pagi, maka saya memberanikan diri pulang ke rumah untuk sekadar mencuci baju anak saya dan setelah itu kembali ke tempat pengungsian," ulangnya.
Selain menghadapi minimnya persediaan air bersih, perasaan jenuh juga mulai menghinggapi pengungsi di Desa Hargobinangun, Citra. Penyebabnya hampir sama, kegiatan bisa mereka lakukan sangat terbatas. "Tapi mau apalagi, merapi belum reda dan aman," timpalnya.
Lokasi pengungsian di Desa Hargobinangun tercatat menampung sekitar 4.538 orang warga setempat. Mereka berasal dari lima dusun yang daerahnya masuk kawasan rawan bencana Merapi. Di antaranya dusun Kaliurang Barat, Kaliurang Timur, Ngipiksari, Boyong, dan Banteng.
Dikutif dari laporan Kompas.com, penyebab kejenuhan para pengungsi karena selama ditempat pengungsian kurang beraktivitas atau kegiatan. Rasa jenus terutama mulai dirasakan sejumlah pengungsi Merapi di Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
"Disini (tempat pengungsian,red) kita tak banyak kegiatan. Sekarang rasa jenuh mulai terasa," kata Adisuyoso, salah seorang pengungsi warga Dusun Kaliurang Barat di tempat pengungsian Desa Hargobinangun, di Sleman, Senin (1/11/2010).
Adisuyoso mengaku sudah delapan hari ini menempati tempat pengungsian di desa itu. Untuk menghilangkan kejenuhan, imbuhnya, dia ikut membantu prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) memasak di dapur umum.
"Untuk memberi makan hewan piaraan dan memeriksa rumah, biasanya saya pagi bisa pulang ke desa. Saya tak lagi menjalankan aktivitas itu setelah letusan susulan pada Sabtu lalu. Saya tidak berani pulang. Awal-awal mengungsi saya rutin pulang," ungkapnya lirih.
Sedangkan pengungsi di Desa Hargobinangun, Citra, dihadapkan pada masalah minimnya persediaan air bersih. Agar tetap mendapatkan air bersih, beberapa di antaranya terpaksa memberanikan diri pulang ke rumah hanya untuk mencucui pakaian dan minum.
"Jika pagi, maka saya memberanikan diri pulang ke rumah untuk sekadar mencuci baju anak saya dan setelah itu kembali ke tempat pengungsian," ulangnya.
Selain menghadapi minimnya persediaan air bersih, perasaan jenuh juga mulai menghinggapi pengungsi di Desa Hargobinangun, Citra. Penyebabnya hampir sama, kegiatan bisa mereka lakukan sangat terbatas. "Tapi mau apalagi, merapi belum reda dan aman," timpalnya.
Lokasi pengungsian di Desa Hargobinangun tercatat menampung sekitar 4.538 orang warga setempat. Mereka berasal dari lima dusun yang daerahnya masuk kawasan rawan bencana Merapi. Di antaranya dusun Kaliurang Barat, Kaliurang Timur, Ngipiksari, Boyong, dan Banteng.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar