google.com, pub-5013500952012613, DIRECT, f08c47fec0942fa0
☆BreakingNews >
Home » , » Kursi CPNS Sumber Uang Haram Kepala Daerah

Kursi CPNS Sumber Uang Haram Kepala Daerah

| Diposting : Rabu, 01 Desember 2010 | Pukul : 09.22.00 |

Google Images
JAKARTA - Kepala daerah memanfaatkan momen seleksi penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) sebagai sumber pemasukan rutin tahunan. Laporan yang masuk ke Dewan Perwakilan Daerah (DPD), tarif satu kursi CPNS bervariasi dalam kisaran Rp80 juta hingga Rp175 juta. Koordinator Penasehat Hukum DPD, I Wayan Sudirta mendesak KPK untuk turun tangan.

"KPK mesti turun tangan. Jangan andalkan yang lain. Bisa juga yang turun Satgas Pemberantasan Mafia Hukum," ujar I Wayan Sudirta, dikutif situs JPNN.com, kemarin. Pernyatan Wayan itu guna menanggapi masih maraknya kabar para peserta seleksi CPNS harus nyetor puluhan hingga ratusan juta rupiah agar bisa lolos seleksi.

Dikatakan Wayan, fenomena yang muncul di setiap ada seleksi CPNS ini tarafnya sudah sangat meresahkan publik. Para peserta harus pontang-panting mencari uang agar bisa lolos. Mereka, terutama yang di kampung-kampung, kata Wayan, sampai harus menjual ternak, tanah, dan sawah. "Sementara, yang tidak mampu mengumpulkan uang, bisa depresi, stres, putus asa," cetus aktifis gerakan antikorupsi yang sudah senior itu.

Selain kursi CPNS, lanjutnya, pengisian atau mutasi jabatan di pemda juga menjadi sumber uang haram para kepala daerah. Tidak hanya untuk pengisian jabatan kepala dinas, setoran uang juga diminta hingga untuk pengisian jabatan eselon IV. "Saya tidak mengatakan semua kepala daerah melakukan hal ini, tapi saya yakin sebagian besar melakukan," cetusnya.

Fenomena ini, kata pria asal Bali itu, erat kaitannya dengan modal yang harus dikeluarkan kepala daerah saat pilkada. Para calon berani mengeluarkan modal besar lantaran sudah membayangkan begitu mudahnya mengembalikan modal tersebut. Misal minta setoran dari 300 peserta seleksi CPNS, yang masing-masing dimintai Rp100 juta saja, maka sudah balik Rp30 miliar. "Jadi, misal untuk jadi bupati dia keluarkan Rp30 miliar, ya sudah lunas. Itu belum termasuk yang dari pengisian jabatan struktural," ujarnya.

Masih terkait dengan seleksi CPNS, Deputi SDM bidang Aparatur Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) Ramli Naibaho kemarin mengatakan, para gubernur harus melakukan pengawasan ketat dalam proses seleksi CPNS di tingkat kabupaten/kota yang ada di wilayahnya masing-masng.

Hal ini untuk mencegah terjadinya manipulasi atau kecurangan selama seleksi CPNS. Apalagi ada laporan di daerah banyak bergerilya para calo CPNS yang menawarkan jasa untuk meloloskan pelamarnya menjadi PNS.

"Sesuai surat edaran Menneg PAN&RB EE Mangindaan, gubernur diminta untuk mengkoordinasikan serta mengawasi pelaksanaan tes CPNS di kabupaten/kota," kata Ramli.

Ditambahkan, bila terjadi kecurangan, gubernur diminta melaporkan ke Polda bila kasusnya berkaitan dengan pidana. Sedang bila kasusnya menyangkut aspek administrasi, diminta untuk dilaporkan ke Kementerian PAN&RB dan BKN.

Menanggapi hal tersebut, Wayan menilai, pernyataan Ramli lebih merupakan basa-basi, tidak serius, dan bahkan bisa dianggap sebagai hanya pencitraan saja. Pasalnya, bila gubernur yang dimintai mengawasi, hal itu pasti yang bergerak adalah Inspektorat Pengawasan Daerah (Irwasda). Sementara, selama ini, Irwasda sebagai unit pengawasan internal, sama sekali tidak efektif. "Polisi dan jaksa saja tidak mampu, apalagi inspektorat. Mana mau mereka menindak temannya sendiri," cetus Wayan.

Sebelumnya, Pelaksana Tugas (Plt) Ketua KPK Haryono Umar mewanti-wanti para pejabat di daerah agar jangan "menjual" kursi CPNS. Jika ada pejabat daerah berupaya meloloskan peserta seleksi CPNS dengan cara yang tidak fair, seperti menerima uang, maka bisa dijerat dengan tindak pidana penyuapan.

"Jika pejabat diminta meluluskan peserta dengan menerima uang, barang, atau dijanjikan sesuatu, maka itu masuk kategori suap, bukan lagi gratifikasi," ujar Haryono Umar, dikutif dari situs, JPNN.com, kemaren.

Bagikan artikel ini :

Tidak ada komentar:

 
Hak Cipta© 2009-2016. Mardedi H Andalus | Semua hak dilindungi undang-undang.
Link: Facebook.com | Support: Creating Website | Blogger