Poto : KOMPAS.COM |
"Kalteng memilih menggunakan kereta api untuk mengangkut hasil tambang karena dianggap sebagai moda transportasi massal yang stabil, murah, aman, cepat dan ramah lingkungan," kata Syahrin Daulay, saat tampil jadi pembicara dalam seminar itu.
Menurut Syahrin, Kalteng punya program pengembangan jaringan rel KA dalam enam tahap yang menghubungkan daerah kaya tambang dengan pelabuhan. Tahap pertama (tahap 1A) adalah jalur Puruk Cahu ke Bangkuang sejauh 185 km yang nanti akan diteruskan tahap 1B dari Bangkuang ke Lupak Dalam berjarak 175 km.
Empat tahap berikutnya, Tahap 2 Kudangan-Kumai (195 km), Tahap 3 Puruk Cahu-Kuala Kurun-Kuala Pembuang (466 km), Tahap 4A Tumbang Samba-Nanga Bulik (418 km) dan Tahap 4B Kuala Kurun-Lupak Dalam (390 km).
Syahril mengakui, transportasi jalan kereta api membutuhkan biaya investasi sangat tinggi, meski ia tidak menyebut detail biayanya. "Waktu tempuh kereta api 10-12 jam pulang pergi, atau lebih cepat dari angkutan truk (15-18 jam PP) dan tongkang (7 hari)," katanya.
Kapasitas angkut per unit kereta api sebanyak 7.000-10.000 ton yang jauh lebih banyak dari kapasitas angkut satu truk 10-15 ton. Jalur kereta api juga bisa diatur sedemikian rupa sesuai lokasi sumber alam yang akan diangkut.
Selain itu kereta api juga lebih ramah lingkungan, dapat diandalkan serta tak terpengaruh musim dan cuaca. Ongkos pemeliharaan pun, sebutnya, sangat rendah.
Memang, Provinsi Kalteng memiliki potensi pertambangan yang cukup besar, terutama batu bara. Pada bagian utara wilayah ini dikenal dengan borneo gold belt alias sabuk logam mulia (emas dan perak) dan logam dasar (bijih besi, tembaga, seng dan air raksa).
Namun provinsi yang beribukota di Palangkaraya itu terkendala pengangkutan hasil sumber alam akibat kapasitas jalan raya yang terbatas dan transportasi sungai terhambat pada musim kemarau.
"Kondisi jalan negara di Kalteng yang dilintasi angkutan batu bara rusak akibat muatan lebih dari 8 ton. Sementara jalur sungai dengan kapal tongkang dipastikan tidak bisa dipakai pada musim kemarau karena permukaan air yang dangkal akibat endapan lumpur," ungkap Syahrin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar